Jumat, 07 Desember 2012

Resensi Bali Santhi 4 (Lukisan Indah Kehidupan)


Judul : Bali Santhi 4 (Lukisan Indah Kehidupan)
                             Pengarang : Gede Prama
Penerbit : Paramita Surabaya
Tebal : 135 halaman

Merawat warisan kekayaan pulau surga dari para tetua bali tidak semudah yang dibayangkan. Bergelut dengan zaman dimana uang menjadi raja, politik menjadi wahana kekisruhan serta kekuasaan menjadi pengantar ketamakan adalah warna warni yang sangat jauh dari tradisi orang Bali, yang sesungguhnya Santhi.
Buku edisi ke empat Bali Santhi oleh Gede Prama ini mencoba mengingatkan kita untuk pulang ke rumah yang Santhi. Bali yang Santhi. Menggambarkan santhi melalui lukisan indah kehidupan dengan kuas yang bernama kasih sayang. Menemukan kesenian yang lama hilang dengan memeluk lembut kehidupan melalui rasa syukur dan terimakasih. Menemukan semua disebuah kedalaman gelombang yang menenangkan, yang meyakini sehat merupakan suatu peluang untuk bekerja, berdoa dan menolong. Sakit adalah waktu ketika kehidupan memberikan nasihat akan pentingnya beristirahat dan memperbaiki beberapa hal, sukses adalah sebuah energi motivasi, gagal adalah kesempatan untuk menarik nafas dan belajar tahu diri dan rendah hati. Merekalah yang menjadi kanvasnya sebuah lukisan indah kehidupan.
Buku ini mengingatkan pesan tetua Bali yang perlu diinternalisasi lebih dalam yaitu “ketulusan, kejujuran, keikhlasan itulah meditasi sehari-hari yang sesungguhnya”. Jika mampu menekuni dan menjernihkan semua drama-drama dalam kehidupan maka kita akan amat sangat kaya terhadap pembelajaran dan bimbingan dibaliknya. Pencapaian sebuah pencerahan juga menjadi suatu hal penting yang dijelaskan buku ini, Pencerahan yang mungkin terjadi jika manusia memandangnya sebagai sebuah totalitas. Pencerahan yang mampu merubah setan dan kesialan menjadi bahan-bahan pertumbuhan melalui praktik meditasi yang mendalam. Menjadi makhluk tercerahkan artinya memiliki badan, batin dan hati yang serupa. Disiplinnya bernama badan, ruangan yang sangat luas hingga tak mudah menghakimi bernama batin dan pelayanan penuh kasih sayang bernama hati.
Tidak ada ruang untuk kekerasan karena dipeluk lembut senyuman dan kasih sayang, itulah rumah orang Bali. Pulaglah ke rumah sejati yang dipenuhi kasih sayang adalah pesan penting dalam buku ini. Dalam kutipan bukunya Gede Prama juga mencantumpak pesan “nyatakanlah dengan bunga, bunga kasih sayang. Dengan bunga seperti inilah Bali bisa dikembalikan menjadi morning of the world, the last paradise and the island of love”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar