Minggu, 30 Desember 2012

Praktek Pranayama

Praktek Pranayama bisa disertai Pranava Japa atau dengan Gayatri Mantram. Bila menggunakan Pranava Japa, pengaturan nafas dilakukan dalam tiga tahapan saja, yaitu:
  1. Menarik Nafas (Puraka)
  2. Menahan Nafas (Antah Kumbhaka)
  3. Menghembuskan Nafas (Recaka)
Pada waktu menahan nafas saat kosong, setelah menghembuskan nafas (Bahih Kumbhaka) dibiarkan saja kosong tanpa pelafalan dalam hati (manasu).
Pelafalan sebagai berikut:
  1. Lafalkan dalam hati suara A(ng) saat menarik nafas (Puraka), bayangkanlah Tuhan sebagai Sang Maha Pencipta yang penuh anugerah.
  2. Lafalkan dalam hati suara U(ng) saat menahan nafas (Antah Kumbhaka), bayangkan Tuhan sebagai Sang Maha Pemelihara yang penuh dengan cinta kasih.
  3. Lafalkan dalam hati suara M(ang) saat menghembuskan nafas (Recaka), bayangkan Tuhan sebagai Sang Maha Suci, pelebur segala kekotoran batin dan dosa-dosa.

Bila menggunakan Gayatri Mantram, pengaturan nafas dilakukan dalam empat tahapan, yaitu:
  1. Menarik Nafas (Puraka), sambil melafalkan dalam hati OM – Bhur – Bhvah – Svah
  2. Menahan Nafas (Antah Kumbhaka), sambil melafalkan dalam hati Tat – Savitur – vare – niyam
  3. Menghembuskan Nafas (Recaka), sambil melafalkan dalam hati Bhargo – devasya – dimahi
  4. Menahan Nafas (Bahih Kumbhaka), sambil melafalkan dalam hati Dhiyo – yonah – pracodayat
Kedua praktek ini adalah yang paling praktis dan paling umum dilakukan oleh berbagai kalangan dan tingkatan penekun. Baik Pranayama dengan Japa tiga tahapan maupun empat tahapan, ada yang menyertai dengan penghitungan bulir-bulir tasbih (japa mala). Namun, bagi sementara penekun yang merasakan ini sebagai kurang praktis dan mencolok (terutama kalau sedang berada di tempat-tempat umum), bisa menggunakan nafasnya langsung sebagai tasbih (japa mala). Yang manapun yang dipilih, hendaknya disesuaikan dengan kondisi, kepentingan dan kebiasaan masing-masing, agar ia dapat dipraktekkan dengan santai, tanpa ketegangan yang tak perlu. Ingat, tujuan utamanya adalah membersihkan atau menentramkan vritti.
Dengan mempraktekkan pengaturan nafas ini seorang sadhaka bisa memperoleh umur panjang. Seorang lelaki sehat bernafas 14 sampai 16 kali dalam semenit. Pengurangan frekuensi nafas melalui latihan pranayama, meningkatkan ketahanan paru-paru. Konon, semakin rendah frekuensi nafas, semakin panjang umur makhluk hidup. Beberapa contoh pada binatang menunjukkan hal ini. Anjing misalnya, frekuensi nafasnya mendekati 50 kali per menit, dan umurnya hanya sampai sekitar 14 tahun saja. Sedangkan kuda yang frekuensi nafasnya 35 kali per menit, umurnya bisa mencapai 29 sampai 30 tahun.
Gajah yang bernafas 20 kali per menit, umurnya bisa mencapai 100 tahun. Sementara seekor kura-kura lebih rendah lagi frekuensi nafasnya, yakni hanya 5 kali dalam semenit; oleh karenanya umurnya hingga 400 tahun. Yang lebih rendah lagi adalah ular. Ular hanya bernafas 2 sampai 3 kali per menit. Ular umurnya bisa 500 sampai 1000 tahun.
Frekuensi nafas juga ada kaitannya dengan kehidupan spiritual. Semakin sedikit nafsu keinginan seseorang, semakin rendah frekuensi nafasnya, demikian juga sebaliknya. Bagi yang mempraktekkan japa, meditasi dan mempelajari kitab-kitab spiritual-religius/kitab-kitab suci, akan mempunyai frekuensi nafas yang lebih rendah dan mempunyai konsentrasi yang lebih baik. Semakin rendah frekuensi nafas seseorang, juga berarti semakin meningkat konsentrasinya dan lebih tenteram hidupnya.
Jadi,semakin jelas bahwa pengaturan nafas bukan saja berkait dengan kesehatan dan umur seseorang, namun terbukti memang memungkinkan konservasi serta pengaturan daya-vital yang baik hingga amat kondusif dalam pengembangan batin. Yang paling perlu diperhatikan baik-baik adalah latihan yoga —jenis apa saja— harus dibawah bimbingan seorang Guru yoga yang handal, berpengalaman dan terpercaya.Yang pasti, yoga tidak mungkin dipelajari hanya lewat buku-buku saja.
Wrhaspati Tattwa memberi petunjuk: “Tutup semua lubang yang ada dalam tubuh, seperti: mata, hidung, mulut, telinga. Udara yang sebelumnya telah terisap, itu dikeluarkan melalui ubun-ubun”. Bila tidak terbiasa mengeluarkan udara melalui jalan itu, udara dapat dikeluarkan melalui hidung, namun secara perlahan-lahan. Itulah yang disebut Pranayama Yoga.”
Seorang Guru pernah mengingatkan siswanya, “Gunakanlah nafasmu sebagai pegangan; dengan demikian pikiranmu dengan mudah kamu pusatkan. Pranayama akan amat membantumu dalam mencapai Samãdhi”.
Chandogya Upanishad mengilustrasikan: “Bagai burung yang diikat dengan tali; setelah terbang kesana-kemari tanpa menemukan tempat tinggal, ia akan kembali untuk beristirahat, justru pada tempat dimana ia terikat; begitu pula pikiran, setelah terbang kesana-kemari tanpa menemukan tempat tinggal, akan kembali beristirahat pada nafas, karena pikiran punya nafas sebagai pengikatnya.”


sumber : http://www.hindu-dharma.org/2012/08/praktek-pranayama/

Sabtu, 29 Desember 2012

Beragama yang Sederhana

Oleh:  Prabu Darmayasa
Kita jarang menyadari bahwa agama itu ke dalam, ada didalam, ya didalam hati, didalam jiwa, didalam roh kita. Biasanya kita menganggap yang agama itu adalah kalau kita “meriah-meriahan” di luar. Bahwa agama itu kalau yang ada kegiatan bebanten di luar. Bahwa agama itu kalau ada mantram-mantram dengan penyesuaian suara genta.
Bahwa agama itu kalau kita mengirim “Juru Arah” pergi ke rumah-rumah mengumumkan ada kegiatan ini itu di pura ini atau itu, ada acara nampah ini dan itu, — ya seperti itulah agama.
Bahwa yang namanya agama itu kalau kita bersama-sama dan beramai-ramai “menyetujui” aktivitas tertentu yang kita “poleskan” agama.
Bahwa agama itu kalau datang dari lembaga Parisada atau dari kantor agama.
Bahwa agama itu adalah kitab suci.
Bahwa agama itu adalah ada acara nampah, ada tarian rejang, ada pemasangan umbul-umbul.
Bahwa agama itu kalau kita berdiskusi kitab-kitab suci dan lontar-lontar, dan lain-lain, dan lain-lain.
Jarang kita secara sadar bersedia menerima bahwa agama itu berarti aktivitas mental spiritual ke dalam, karena agama itu ada didalam, ada di jiwa kita, ada di roh kita.
Jarang kita bersedia menerima bahwa agama berarti kita “menghitung” diri kita terlebih dahulu sebelum memulai hitungan terhadap orang lain.
Bahwa kita yang pertama harus ber”agama”,
bahwa kita yang pertama “berubah”,
bahwa kita harus melihat diri kita ada perubahan ke arah yang lebih baik, hari demi hari.
Mengenai orang lain, kita tidak ada hak dan sebaiknya tidak melihat apa dan bagaimana mereka. Sebab, sebelum kita memulai didalam, memulai ke dalam, memulai dari dalam, maka selama itu kita akan GAGAL memperbaiki orang lain, kita akan gagal melihat seperti apa yang ingin kita lihat didalam diri orang lain atai didalam masyarakat.
Pertanyaan pertama untuk diri kita sendiri mungkin HARUS disampaikan setiap hari, yaitu “Sudahkan saya mengingat/menyebut nama Narayana, Mahadeva …setiap pagi begitu saya bangun tidur?”
Pernah saya menekankan cara simple ini kepada puluhan orang. Tetapi, setelah berkali-kali memberikan penekanan, ketika saya tanya siapakah yang tekun mempraktekkannya, ternyata yang angkat tangan hanyalah 2 orang.
Ya…, hanya dua orang saja…. Hal itu menunjukkan bahwa masih sedikit diantara kita memberikan perhatian secara jujur pada praktek melainkan lebih menyukai “kesimpangsiuran” aturan peraturan agama, yang sering seberangan banjar telah berubah, tidak memiliki kesamaanm dan bahkan barangkali bertolak pinggang ehhhh …bertolak belakang…
Saya memiliki keyakinan kuat, bahwa perhatian pada praktek pribadi harus lebih dipentingkan, oleh kita semua tanpa terkecuali, dengan jujur dan berdisiplin diri, yang tidak usah orang lain tahu terhadap apa yang sedang kita lakukan. Praktek sederhana itu kita inginkan hanya dilihat oleh diri kita sendiri, hanya oleh kita, sebab ia harus DARI DIRI OLEH DIRI UNTUK DIRI.
Jika kita memperhatikan dengan teliti, ternyata banyak aturan-peraturan agama di masyarakat yang tidak sejalan dengan kitab suci, dan ia berperan keras dalam membuat kita menjadi malas untuk praktek sederhana, yang menyebabkan kita tidak suka beragama kedalam sebab lebih suka sibuk dalam aturan peraturan yang tidak memiliki kepastian sumber bonafid.
Postingan saya ini ada nada mementingkan sesuatu, bahwa dari sekian banyak Semeton HDnet yang membaca postingan ini, saya mengharapkan hanya seorang saja yang akan bertekad menerapkan disiplin bagun tidur menyebut nama Tuhan ini…., bukan untuk satu dua tahun, melainkan untuk seumur hidup….Sarve sukhinah bhavantu…semoga semua berbahagia…

sumber: http://www.hindu-dharma.org/2010/09/beragama-yang-sederhana/

KADERISASI HINDU MELALUI DHARMA WACANA DAN DHARMA TULA



Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma Yowana Brahma Vidya
Undiksha Masa Bakti 2012/2013

            Bertempat di Gedung Auditorium Kampus Tengah Undiksha, KMHD Yowana Brahma Vidya masa bakti 2012/2013 melaksanakan kegiatan Dharma Wacana dan Dharma Tula pada hari Kamis, 18 Oktober 2012. Tema yang diangkat pada kegiatan ini yakni “Dharma Wacana dan Dharma Tula KMHD YBV UNDIKSHA Tahun 2012, Keagungan dan Inti Sari Bhagavad Gita sebagai Refleksi dalam Kehidupan” dengan Rasa Acharya Prabhuraja Darmayasa sebagai narasumbernya.
            Pembukaan diawali dengan Doa, dilanjutkan dengan laporan ketua panitia dan pembukaan acara secara resmi oleh Prof. Dr. I Nyoman Sudiana, M.Pd. selaku Pelindung KMHD YBV Undiksha yang juga merupakan Rektor Undiksha. Acara pembukaan mengalami keterlambatan selama 30 menit. Hal ini disebabkan karena keterlambatan kedatangan para undangan dan narasumber. Setelah dibuka secara resmi yang ditandai dengan pemukulan kentongan, acara dilanjutkan dengan Dharma Wacana dan Dharma Tula dimana yang menjadi moderator adalah Bapak I Dewa Gede Budi Utama, S.Pd. yang merupakan salah satu penasihat dari KMHD YBV Undiksha.
            Meskipun tidak sesuai dengan susunan acara, namun kegiatan Dharma Wacana dan Dharma Tula yang dibawakan oleh Bapak Prabu Darmayasa berlangsung dengan baik dan lancar. Dengan pengantar dari moderator sebagai stimulus, ratusan peserta acara Dharma Wacana dan Dharma Tula antusias menyimak. Bapak Prabu Darmayasa menjelaskan bahwa setiap BAB di dalam kitab Bhagavad Gita memiliki keagungan masing-masing. Ataupun setiap sloka-sloka yang ada di dalamnya masing-masing mempunyai keagungan. Kemudian inti sari dari Bhagavad Gita adalah terletak pada setiap sloka yang ada di dalamnya. Lebih dispesifikkan lagi oleh Prabu yaitu inti sari Bhagavag gita itu tersirat lebih mendalam pada BAB II tentang Sankhya Yoga pada BAB ke-66 sampai 68. Namun, pada saat mengakhiri wejangannya, Prabu kembali menegaskan bahwa setiap sloka pada Bhagavad Gita merupakan inti sari dari Bhagavad Gita. Prabu juga menyisipkan bahwa rahasia dari ajaran Bhagavad Gita adalah berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
            Diiringi alat musik berupa piano, 400 orang peserta diajarkan melantunkan beberapa Sloka oleh Bapak Prabu Darmayasa. Hal ini memberikan pengalaman yang berharga kepada para peserta. Karena cara melantunkan sloka yang diajarkan sangat mengenakkan dan mudah di ingat. Beliau sengaja membuat sendiri cara melantunkan sloka Bhagavad Gita agar lebih menarik dan para pemuda tertarik untuk mempelajari Bhagavad Gita. Situasi ini mampu membangkitkan antusias peserta untuk lebih bersemangat mengikuti acara, walaupun sudah berlangsung selama 2 jam.
            Semakin lama berjalannya acara peserta Dharma Wacana dan Dharma Tula semakin tertarik dengan pengampaian Prabu yang bervariasi (salah satunya menggunakan cerita dan variasi volume suara). Keantusiasan peserta terlihat dengan banyaknya minat peserta ingin bertanya kepada Narasumber. Pertanyaan dari peserta sangat bervariasi, mulai dari salam “Om Swastyastu”, filsafat, tata susila dan yang lain-lainnya sesuai dengan Kitab Suci. Semua pertanyaan peserta ditanggapi dengan paparan yang jelas. Sehingga peserta merasa puas akan feed back yang diberikan oleh Bapak Prabu Darmayasa.
            Selama tiga setengah jam acara sudah berjalan, namun para peserta masih banyak yang ingin bertanya. Karena waktu sudah larut malam, maka moderator segera mengakhiri acara Dharma Wacana dan Dharma Tula. Sebagai pengujung berakhirnya acara, di sampaikan bahwa sudah sangat wajar sekali di zaman ini para pemuda sudah mempunyai dan mulai membiasakan belajar untuk membaca Kitab Suci. Tidak hanya terbatas pada kalangan pemuda, tetapi semua kalangan hendaknya membiasakan mempelajari dan sudah memiliki kitab suci dirumahnya masing-masing. Dengan demikian, maka diharapkan ada perubahan secara besar-besaran menuju ke arah yang lebih baik dan damai.
Kegiatan Dharma Wacana dan Dharma Tula ini ditutup oleh Prof. Dr. I Nyoman Sudiana, M.Pd. selaku pelindung KMHD YBV Undiksha pada pukul 22.00 Wita. Dilaksanakannya Dharma Wacana dan Dharma Tula ini diharapkan dapat dijadikan sebagai wadah seluruh Civitas Hindu Undiksha untuk memperdalam pemahaman ajaran agamanya sehingga diharapkan akan menjadi pilar penguat dalam membentuk kader-kader Hindu yang religius, humanis, dan progresif.

MEMBANGUN KADER MUDA HINDU YANG MEMILIKI INTELEKTUALITAS, JNANA DAN SRADHA BAKTI DENGAN KENDARAAN PEMBINAAN SEKOLAH



KELUARGA MAHASISWA HINDU DHARMA YOWANA BRAHMA VIDYA UNDIKSHA MASA BAKTI 2012/2013


            Agama merupakan salah satu landasan seseorang untuk berbuat baik. Ajaran agama membelajarkan seseorang selalu bertingkah laku pada rel kebenaran yang sejati. Entah apapun agamanya, yang jelas semua mengarahkan manusia untuk selalu meningkatkan kualitas hidup penganutnya.
            Sebagai organisasi di bidang keagamaan, KMHD YBV Undiksha melirik bahwa ajaran agama merupakan pondasi dasar untuk menanggulangi masalah sosial yang sedang marak terjadi pada saat ini. Seperti kenakalan remaja, pernikahan di bawah umur, sampai maraknya para remaja yang melakukan bunuh diri. Dengan demikian, organisasi KMHD YBV Undiksha yang berbasis agama Hindu melaksanakan kegiatan pembinaan berupa Sekolah Binaan. Pembinaan dilaksanakan kepada siswa Sekolah Dasar yang sedang dirambat oleh awan gelap pengaruh kemrosotan moral.
            Dimulai dari hari Senin tanggal 10 Desember 2012 pembinaan dilaksanakan di SDN 1 Kendran Singaraja. Kegiatan sejenis pesraman ini berlangsung selama empat hari yaitu berakhir pada hari Kamis tanggal 13 Desember 2012. Dengan peserta sebanyak 43 orang siswa yang beragama hindu, kegiatan ini berjalan dengan penuh bekal dan makna yang diberikan kepada siswa maupun panitia.
            Pada hari pertama dilaksanakan acara pembukaan yang diisi dengan acara sambutan dari Kepala Sekolah SDN 1 Kendran dan sambutan Koodinator Penasihat KMHD YBV Undiksha. Beliau berpesan agar kegiatan pembinaan memang benar-benar dijalankan oleh panitia dengan serius, sehingga manfaatnya akan dirasakan oleh siswa dan sekolah sendiri. Setelah itu dilanjutkan dengan acara Dharma Wacana tentang Tri Kaya Parisudha oleh salah satu alumni KMHD YBV Undiksha, yaitu Bapak I Gede Astawan, S.Pd.M.Pd. Beliau membawakan meteri dengan cara bercerita tentang ajaran Tri kaya Parisudha kepada siswa. Sehingga para siswa tertarik dan antusis mengikutinya. Diakhir peyampaiannya Bapak Astawan memberikan penguatan berupa hadiah pulpen kepada siswa yang telah banyak berpartisipasi aktif dan sangat antusias mengikuti Dharma Wacana. Sebelum berakhir acara pada hari pertama pembinaan ini, maka siswa diajarkan metembang. Tembang yang diajarkan oleh Bli Muliarta adalah pupuh pucung. Siswa senang belajar matembang, penuturan dari seorang peserta kelas VI, yaitu Vina, “kami belum pernah diajarkan magending begini dan cara belajar seperti ini yang menyenagkan”. Memang ada perbedaan ketika siswa belajar keseharian di sekolah kegiatan ini. Pada saat pembinaan mereka belajar secara lesehan beralaskan karpet, tanpa menggunakan sepatu. Yang membedakan lagi adalah siswa kelas IV sampai kelas VI yang beragama hindu digabung menjadi satu ruangan.

Pada hari kedua kegiatan pembinaan yang menyasar siswa hindu ini diisi dengan acara pelatihan yoga, game dan pelatihan majejahitan. Pembekalan tentang yoga diberikan oleh Bli Gusti. Beliau menjelaskan yoga sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan ketenangan dalam hidup. Yoga merupakan salah satu jalan untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa. Banyak siswa yang belum bisa mengikuti gerakan Bli Gusti, mungkin karena mereka masih pemula. Sehingga banyak siswa yang bercandaa. Tetapi dengan selingan canda oleh Bli Gusti mereka kembali fokus mengikuti acara. Selesai acara pelatihan yoga diisi dengan game oleh Bli Ngurah. Game yang diberikan adalah bisik berantai, diajarkan yel serta bernyanyi. Siswa direfresh dengan keceriaan yang diberikan oleh Bli ngurah. Sehingga mereka sangat bersemangat untuk mengikuti kegiatan selanjutnya yaitu pelatihan majejahitan. Ternyata para siswa belum bisa membuat canang dan tipat. Sehingga mereka secara berbarengan diajarkan untuk membuat tipap. Mulai dari yang sederrhana, yaitu tipat taluh dan tipat nasi. Waktu 1 jam untuk pelatihan membuat tipat ternyata tidak cukup, sehingga latihan membuat tipat dilanjutkan pada hari keempat. 

Pada hari ketiga siswa sudah terlihat semakin akrab dengan panitia. Siswa sudah mulai ada perbedaan, mulai dari mengucapkan salam, menghormati panitia, berucap yang sopan dan bersikap yang menyasar sikap yang baik. Hari keempat diisi dengan acara Berwira carita oleh Bli Pande tentang ajaran Pnaca Sradha. Bli Pande menyampaikan dengan caranya sendiri yaitu jika dilihat ada siswa yang bercanda, maka diberikan ganjaran untuk jongkok bangun. Ini merupakan kesepatan dengan siswa, sehingga siswa tidak ada yang merasa takut. Pelatihan pesantian juga dilanjutkan oleh Bli Muliarta, tetapi materi yang diberikan adalah tentang pupuh maskumambang. Peningkatan yang dapat dilihat dari pelatihan pada hari pertama adalah siswa sudh mulai lancar membaca guru ding dong.
Pada hari terakhir kegiatn, yaitu tanggal 13 Desembar 2012, siswa diajarkan dengan Meditasi Anggka oleh Bli Eka. Meditasi ini sangat sederhana sehingga semua peserta mudah mengerti dan bisa melaksanakannya. Banyak pesan yang diberikan oleh Bli Eka ketika mengajakan meditasi. Mulai dari kebiasaan baru bangun pagi sampai kembali tidur pada malam hari, bagaimana berucap, bagaimana cara bersembahyang, bagaimana tata cara makan yang benar, dan banyak lagi lainnya. Siswa merasa sangat tertarik dan antusias mengikutinya, karena hal yang disampaikan Bli eka dialami oleh siswa siswa sendiri. Sebelum acara sekolah binaan ini ditutup maka diisi dengan pelatihan majejahiatan lanjutan dari pelatihan hari kedua. Beberapa siswa terlihat sudah mulai bisa untuk membuat tipat taluh dan tipat nasi, meskipun masih perlu dibimbing.
Di pengujung acara Kepala Sekolah berterima kasih kepada KMHD YBV Undiksha atas bekal yang telah diberikan melalui pelaksanaan kegiataan pembinaan di sekolah SDN 1 Kendran. Beliau juga berharap kegiatan pembinaan ini tidak hanya seklai, tetapi berlanjut untuk dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini sangat bermanfaat terhadap siswa dan sekolah. Meskipun manfaatnya tidak semuanya secara langsung, tetapi akan memberikan perubahan menuju ke arah yang membaik secara perlahan kedepannya. Disamping itu, harapan KMHD YBV Undiksha dan sekolah kedepannya adalah semoga bekal yang bermanfaat yang diberikan dapat memberikan kemudahan kepada siswa itu sendiri dalam kehidupan. Pada saat berpamitan, KMHD YBV Undiksha memberikan kenang-kenangan kepada sekolah dan siswa. Sebagai tanda bahwa pernah melaksanakan pembinaan di SDN 1 Kendran

Jumat, 21 Desember 2012

Pendapat Beberapa Resi Hindu Tentang Ahimsa dan Vegetarian

1.Resi Patanjali:
“Ahimsa, mutlak harus dilakukan dalam segala waktu, tempat, keadaan dan kelahiran.”
2.Resi Sukra Acarya:
“Bagi mereka yang berkeinginan untuk mengembangkan sifat-sifat saleh, hendaknya jangan makan daging dan minu minuman keras.”
3.Maharesi Bhisma:
“Akibat lain dari makan daging adalah badan cepat lemah dan nafsu-nafsu jelek bertumbuhan.”
4.Devarsi Narada:
“Orang yang ingin menumbuhkan daging/ototnya dengan cara memasukkan daging makhluk lain ke dalam tubuhnya, orang tersebut pasti akan mengalami kedukaan.”
5.Resi Brhaspati:
“Mereka yanag tidak makan daging dan tidak minum madu, mereka memperoleh hasil seperti hasil dari sedekah, korban suci dan pertapaan.”

6.Maharesi Markandeya:
“Orang-orang yang tidak makan daging, belas kasihan terhadap setiap makhluk hidup, menghargai setiap makhluk hidup, dia selalu jauh dari penyakit-penyakit dan berumur panjang.”
7.Resi Manu:
“Setelah mempertimbangkan masak-masak soal asal usul yang menjijikkan dari daging dan kekejaman dalam menyiksa dan membunuh makhluk hidup, hendaknya orang meninggalkan sama sekali kebiasaan memakan daging.”
8.Maharesi Vasistha:
“Orang-orang bijaksana hendaknya memakan makanan apa saja yang dijumpai, tetapi tetap harus bebas dari daging dan sebangsanya. Membunuh-bunuh makhluk lain hendaknya ditiadakan. Pertimbangkanlah matang-matang jika ingin makan daging.”
9.Resi Atri:
“Tanpa kekerasan, pengampun, berkata-kata jujur, suka berderma, sederhana, cinta, gembira, manis, lembut dan tidak membunuh-bunuh, semua ini disebut Dasa Yama.”

sumber: http://www.hindu-dharma.org/2010/09/pendapat-beberapa-resi-hindu-tentang-ahimsa-dan-vegetarian/

Jumat, 07 Desember 2012

Menjadi Mahasiswa Berprestasi

Tentunya tak ada mahasiswa yang tak ingin menjadi mahasiswa berprestasi. Untuk bisa berprestasi, ada beberapa hal yang kiranya bisa dilakukan. Berikut tipsnya.
  1. Paham dengan manfaat dari sesuatu yang dilakukan
Memahami sesuatu yang kita lakukan merupakan hal yang sangat penting, karena tak jarang orang melakukan sesuatu namun tidak memahami manfaatnya. Untuk apa kita belajar giat? Untuk apa kita membaca buku-buku pelajaran? Untuk apa kita mengikuti organisasi kemahasiswaan? Jika kita sudah memahami manfaat dari hal-hal tersebut, tentu kita akan lebih termotivasi dan lebih bersemangat untuk mengerjakannya.
  1. Aktif di dalam kelas
Menjadi aktif dengan bertanya kepada dosen atau memberi pendapat dalam diskusi di kelas membuat kita terlatih untuk berkomunikasi di depan umum. Kemampuan komunikasi merupakan modal yang paling utama untuk mengahadapi tantangan masa depan.
  1. Berpikir kritis
Sebagai mahasiswa, kita tidak boleh begitu saja menerima informasi yang kita dapatkan. Kita harus mencari tahu kebenaran dari informasi tersebut agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
  1. Menyimak dengan seksama
Menyimak pernyataan dosen saat perkuliahan berlangsung akan membuat otak kita merekam informasi lebih lama. Catat juga poin-poin penting yang disampaikan pengajar agar kita mudah mengingatnya kembali apabila kita melupakannya.
  1. Mengikuti organisasi kemahasiswaan
Dengan mengikuti organisasi kemahasiswaan, kita akan terbiasa untuk bersosialisasi dengan orang lain. Ini akan mengasah kecerdasan sosial kita. Karena untuk menjadi mahasiswa berprestasi, tidak hanya kecerdasan di bidang pelajaran yang dibutuhkan, tapi juga kecerdasan sosial.




By: Indah

Solusi Sederhana bagi Konflik


Tragedi kekerasan antarwarga kembali terjadi. Minggu, 28 Oktober 2012 pukul 09.30 WIB di desa Sidorejo kecamatan Sidomulyo kabupaten Lampung Selatan, telah terjadi bentrokan antara warga suku Lampung dan warga suku Bali (polri.go.id).
Betapa mirisnya mendengar hal tersebut terjadi. Negara Indonesia yang notabene Negara Ketuhanan, yang memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa” seharusnya tidak menjadikan perbedaan sebagai pemicu suatu konflik. Namun usangnya rasa toleransi, tenggang rasa, saling menghargai dan menghormati menyebabkan konflik mudah menderai. Tidak hanya Lampung, daerah lainpun sudah terkontaminasi dengan adanya konflik. Ini menandakan, bangsa Indonesia perlu melakukan refleksi diri. 67 tahun berada dalam kemerdekaan, bukannya semakin mempererat persatuan tapi malah memperlemah persatuan. Itu terbukti dari adanya berbagai konflik yang muncul di setiap daerah. Padahal, penyebabnya hanyalah hal sepele. Dimana makna Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada 28 Oktober 1928 silam?
Karakter adalah keunikan, yang menjadi pembeda bangsa Indonesia di tengah-tengah pergaulan global. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berkarakter kuat, menjunjung tinggi sopan santun, dan gotong royong. Dengan karakternya yang kuat, bangsa ini mampu melepaskan diri dari penjajahan walaupun bersenjatakan bambu runcing. Gotong royong dahulu telah mendarah daging, sehingga tercetus dalam Pancasila sila ke-3 (Persatuan Indonesia) dan sopan santun, rasanya orang asing juga sudah lama memberi tag ini kepada bangsa kita. Namun, saat ini fakta berkata lain. Karakter bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila hanyalah isapan jempol belaka. Seolah-olah buta akan kebersamaan dan kekeluargaan. Ini sesuai dengan pendapat Soedarsono (2008) yang mengatakan bahwa karakter bangsa Indonesia yang selama ini kita kenal ramah tamah, gotong royong, sopan santun, sekarang berubah dengan penampilan yang nyaris disamakan dengan penampilan yang arogan, cenderung menampilkan kekerasan yang berujung anarkis. Bahkan bangsa ini juga layak dikatakan “mudah diadu domba”.
Berbagai fakta tersebut tidak terlepas dari adanya pengaruh globalisasi. Tantangan yang kita hadapi adalah bagaimana kita mampu mempertahankan karakter bangsa kita agar persatuan dan kesatuan bangsa dapat kokoh berdiri meski di derai badai sekaligus (globalisasi). Disilah peran pendidikan karakter sebagai solusi sederhana dalam mengatasi hal tersebut. “Pendidikan karakter yang berbasis kearifan lokal juga perlu dalam mengatasi arus globalisasi. Dimana kita harus selektif dan didasari oleh tiga aspek, yakni adaptasi, revitalisasi, dan selektivitas agar sesuai dengan perkembangan zaman sehingga pendidikan karakter mampu menjawab tantangan globalisasi, khususnya bagi para remaja”,ujar Dekan FIS, Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A. (Indra)




Resensi Bali Santhi 4 (Lukisan Indah Kehidupan)


Judul : Bali Santhi 4 (Lukisan Indah Kehidupan)
                             Pengarang : Gede Prama
Penerbit : Paramita Surabaya
Tebal : 135 halaman

Merawat warisan kekayaan pulau surga dari para tetua bali tidak semudah yang dibayangkan. Bergelut dengan zaman dimana uang menjadi raja, politik menjadi wahana kekisruhan serta kekuasaan menjadi pengantar ketamakan adalah warna warni yang sangat jauh dari tradisi orang Bali, yang sesungguhnya Santhi.
Buku edisi ke empat Bali Santhi oleh Gede Prama ini mencoba mengingatkan kita untuk pulang ke rumah yang Santhi. Bali yang Santhi. Menggambarkan santhi melalui lukisan indah kehidupan dengan kuas yang bernama kasih sayang. Menemukan kesenian yang lama hilang dengan memeluk lembut kehidupan melalui rasa syukur dan terimakasih. Menemukan semua disebuah kedalaman gelombang yang menenangkan, yang meyakini sehat merupakan suatu peluang untuk bekerja, berdoa dan menolong. Sakit adalah waktu ketika kehidupan memberikan nasihat akan pentingnya beristirahat dan memperbaiki beberapa hal, sukses adalah sebuah energi motivasi, gagal adalah kesempatan untuk menarik nafas dan belajar tahu diri dan rendah hati. Merekalah yang menjadi kanvasnya sebuah lukisan indah kehidupan.
Buku ini mengingatkan pesan tetua Bali yang perlu diinternalisasi lebih dalam yaitu “ketulusan, kejujuran, keikhlasan itulah meditasi sehari-hari yang sesungguhnya”. Jika mampu menekuni dan menjernihkan semua drama-drama dalam kehidupan maka kita akan amat sangat kaya terhadap pembelajaran dan bimbingan dibaliknya. Pencapaian sebuah pencerahan juga menjadi suatu hal penting yang dijelaskan buku ini, Pencerahan yang mungkin terjadi jika manusia memandangnya sebagai sebuah totalitas. Pencerahan yang mampu merubah setan dan kesialan menjadi bahan-bahan pertumbuhan melalui praktik meditasi yang mendalam. Menjadi makhluk tercerahkan artinya memiliki badan, batin dan hati yang serupa. Disiplinnya bernama badan, ruangan yang sangat luas hingga tak mudah menghakimi bernama batin dan pelayanan penuh kasih sayang bernama hati.
Tidak ada ruang untuk kekerasan karena dipeluk lembut senyuman dan kasih sayang, itulah rumah orang Bali. Pulaglah ke rumah sejati yang dipenuhi kasih sayang adalah pesan penting dalam buku ini. Dalam kutipan bukunya Gede Prama juga mencantumpak pesan “nyatakanlah dengan bunga, bunga kasih sayang. Dengan bunga seperti inilah Bali bisa dikembalikan menjadi morning of the world, the last paradise and the island of love”

Kamis, 06 Desember 2012

KELUARGA


Saya tidak sengaja menabrak seorang yang tidak dikenal ketika ia lewat. “Oh, maafkan saya” adalah reaksi saya. Ia berkata, “Maafkan saya juga; saya tidak melihat anda.” Orang tak dikenal itu, juga saya, berlaku sangat sopan. Akhirnya kami berpisah dan mengucapkan selamat tinggal. Namun cerita lainnya terjadi di rumah, lihat bagaimana kita memperlakukan orang-orang yang kita kasihi, tua dan muda.
Pada hari itu juga, saat saya tengah memasak makan malam, anak lelaki saya berdiri diam-diam di samping saya. Ketika saya berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh. Minggir!” kata saya dengan marah. Ia pergi, hati kecilnya hancur. Saya tidak menyadari betapa kasarnya kata-kata saya kepadanya.
Ketika saya berbaring di tempat tidur, dengan halus Tuhan berbicara padaku, “Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, etika kesopanan kamu gunakan, tetapi anak-anak yang engkau kasihi, sepertinya engkau perlakukan dengan sewenang-wenang. Coba lihat ke lantai dapur, engkau akan menemukan beberapa kuntum bunga dekat pintu”
Bunga-bunga tersebut telah dipetik sendiri oleh anakmu;merah muda, kuning dan biru. Anakmu berdiri tanpa suara supaya tidak menggagalkan kejutan yang akan ia buat bagimu, dan kamu bahkan tidak melihat matanya yang basah saat itu”
Seketika aku merasa malu, dan sekarang air mataku mulai menetes. Saya pelan-pelan pergi ke kamar anakku dan berlutut di dekat tempat tidurnya, “Bangun nak, bangun” kataku.
Apakah bunga ini engkau petik untukku?” ia tersenyum. “Aku menemukannya jatuh dari pohon, aku mengambil bunga-bunga ini karena mereka cantik seperti ibu. Aku tahu ibu akan menyukainya, terutama yang berwarna biru.” Aku berkata, “Anakku, ibu sangat menyesal karena telah kasar padamu; ibu seharusnya tidak membentakmu seperti tadi”
Si kecilku berkata “Oh, ibu tidak apa-apa. Aku tetap mencintaimu.” Aku pun membalas, “Anakku aku juga mencintaimu, dan aku benar-benar menyukai bunga-bunga ini, apalagi yang berwarna biru.”
Apakah anda menyadari bahwa jika kita mati besok, perusahaan di mana kita bekerja sekarang bisa saja dengan mudahnya mencari pengganti kita dalam hitungan hari? Tetapi keluarga yang kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama sisa hidup mereka.
Mari kita renungkan, kita melibatkan diri lebih dalam kepada pekerjaan kita ketimbang keluarga kita sendiri, suatu investasi yang tentunya kurang bijaksana, bukan? Jadi apakah anda telah memahami tujuan cerita di atas?                                                                       
AOI D.

Terima Kasih



Kau membantuku
Ku bilang terima kasih
Kau menghinaku
Ku bilang terima kasih
Kau memujiku
Ku bilang terima kasih
Kau menusukku dari belakang
Ku bilang terima kasih
Kau hargai aku atau tidak
Ku bilang terima kasih
Kau anggap aku apapun
Ku bilang terima kasih
Kau anggap aku sahabat
Ku bilang terima kasih
Kau bilang aku tak peduli
Ku bilang terima kasih
Meski air susu kau balas dengan air tuba,
Ku bilang terima kasih
Terima kasih, terima kasih dan terima kasih…
Satu hal yang selalu kuucapkan
Karena apapun yang kita alami dalam hidup ini
Merupakan suatu anugerah yang patut kita syukuri

Iin_

PESAN PERDAMAIAN UNTUK KEBHINEKAAN NKRI


Terik matahari yang membakar bumi, tak menyurutkan semangat para pengurus KMHD YBV Undiksha untuk bergerak bersama demi satu tujuan. Setelah mendapat arahan dari ketua KMHD YBV Undiksha, Senin, 5 November 2012 secara serentak pengurus KMHD YBV Undiksha menyebar di lingkungan kampus (lingkungan tengah dan bawah). Kegiatan ini bertujuan untuk menggalang dana punia dari civitas akademika yang nantinya ditujukan kepada korban kerusuhan di Lampung Selatan.
Selain untuk menggalang dana punia, tentu ada hal lain yang pengurus peroleh. Melalui kegiatan ini pengurus dapat melatih soft skills, salah satunya bagaimana berkomunikasi dengan baik. “Menurut tiang, kegiatan ini sangat bagus. Selain menggalang dana punia untuk membantu saudara-saudara kita yang sedang membutuhkan, kita juga bisa belajar bersosialisasi bagaimana caranya kita menggalang dana kepada orang-orang dengan sopan dan tidak menyinggung perasaan orang tersebut”, kata Ni Kadek Desi Dwiyantari yang merupakan salah satu pengurus yang ikut serta dalam kegiatan ini.
Antusiasme civitas akademika untuk menyisihkan sedikit rezeki yang dimiliki sangatlah tinggi. Bukan hanya dari kalangan mahasiswa, warga Undiksha (dosen, pegawai dan staff TU) ikut berdana punia. Apapun bentuk dana punia yang diberikan bukan menjadi persoalan karena yang terpenting dalam hal ini adalah keikhlasan hati dan harapan yang tulus dari warga Undiksha agar perdamaian di lampung selatan segera terealisasi, secara mendalam juga gerakan ini mampu menjadi “genta” pengingat kita untuk terus menjaga perdamaian NKRI. Ni Kadek Tariani yang merupakan salah satu puniawati memberikan apresiasi positif terhadap pelaksanaan kegiatan ini. “semoga dengan sedikit dana punia dari saya ini, bisa membawa pesan perdamaian kepada seluruh warga yang ada di Lampung Selatan.”
Jumlah dana yang terkumpul dari kegiatan ini sekitar 4 juta rupiah. Dana punia yang telah terkumpul ini segera dikirim untuk korban kerusuhan di Lampung melalui DPRD Kabupaten Buleleng. Mereka tidak melihat siapa yang benar ataupun siapa yang salah, dalam hal ini dana punia yang terkumpul tersebut bukan hanya diperuntukkan bagi warga Bali Nuraga tetapi juga korban warga Lampung, yang jelas saudara sebangsa kita sedang berduka. Dengan sedikit uluran tangan dari seluruh Warga Undiksha, diharapkan dapat mengurangi beban para korban bentrokan Lampung Selatan. Perbedaan-perbedaan yang kita miliki janganlah dijadikan alasan kita untuk saling benbenturan. Jika negara ini bisa kita anggap sebagai sebuah bilangan, mari kita jadikan bilangan tersebut berpangkat nol sehingga menghasilkan sebuah bilangan yakni satu (1). Bersatu untuk mencapai satu tujuan bersama. Meskipun perbedaan-perbedaan yang ada sangat banyak, namun tentu perbedaan itu akan menjadi indah bila kita bisa memaknainya seperti semboyan luhur kita “Bhineka Tunggal Ika”.

                                                                                                   By: 51